
Sir Allen Stanford (AP Photo)
Peneliti dari Stanford University baru saja menyelesaikan uji coba pertamanya terbang di gravitasi nol. Uji coba itu dilakukan di kanopi CubeSats, satelit kecil yang mengemudikan roket pengantar satelit besar ke orbit yang yang ditentukan.
Tujuan uji coba ini adalah untuk mengumpulkan data sekaligus mempelajari tentang apa yang terjadi ketika batu-batu kecil meteoroid menabrak satelit saat meluncur di luar angkasa. Pasalnya, tabrakan antara satelit dan meteoroid sering melumpuhkan peralatan elektronik satelit di luar angkasa.
Para peneliti menganggap pengawasan dari kanopi bisa menjadi langkah pertama dengan membuat semacam "kotak hitam" bagi satelit yang aka diluncurkan. Sama halnya dengan kotak hitam yang dipunyai pesawat terbang, kotak tersebut ditaruh di ruang kendali untuk mengetahui apa yang terjadi apabila sesuatu benda asing berbenturan dengan satelit.
Membuat dan berinventasi untuk satelit yang mengorbiti bumi bukanlah bisnis berisiko kecil. Apalagi jika Anda mengetahui ada lebih dari 100 miliar meteoroid masuk ke lapisan atmosfer setiap hari. Walaupun hancur saat melintasi atmosfer, namun batu-batu kecil meteoroid tetap berbahaya bagi satelit.
Memang, apa yang terjadi jika meteoroid yang sangat kecil berbenturan dengan satelit belum diketahui seberapa besar dampaknya. Tetapi, peneliti Stanford telah berhasil melakukan pengujian awal sebuah perangkat yang dapat membantu menjelaskan dampak benturan tersebut terhadap ruang kendali.

Sejumlah peneliti dari Stanford ini tidak benar-benar terbang ke luar angkasa. Mereka terbang dengan pesawat yang mana ruang kendalinya bergravitasi nol dan melayang di atas samudera untuk kurun waktu tertentu.
Rombongan peneliti tersebut dipimpin oleh Nicolas Lee, seorang mahasiswa pascasarjana di bidang penerbangan dan astronotika. Ia bersama beberapa koleganya merancang kanopi satelit kecil yang disebut CubeSat.
"Kanopi ini nantinya dikerahkan untuk melidungi pesawat ruang angkasa dari meteoroid hingga membentengi satelit dari radiasi matahari," kata Lee. "Tapi, untuk sekarang ini, kami hanya ingin membuktikan kinerja perangkat tersebut."
Hasil uji coba ini, berupa inovasi mahasiswa Stanford, kemungkinan besar akan dapat diimplementasikan di seluruh roket yang menerbangkan satelit ke luar angkasa. Sebab, melihat risiko benturan antara meteoroid kecil yang bergerak dengan kecepatan luar biasa di orbit sekitar matahari (sekitar 250.000 kilometer/jam) dan satelit sangat lah besar.
"Benturan itu akan menciptakan ledakan yang sangat dahsyat," ucap Lee. Namun, karena tidak ada alat khusus untuk memantau sekaligus mengendalikan satelit, maka sampai saat ini belum ada yang tahu persis bagaimana benturan ini merusak badan satelit.(TechSpace)
Teknologi
- Konspirasi "Men In Black" Yang Sesungguhnya
- Rusia Buka Lagi Wisata ke Ruang Angkasa
- Lorong Waktu Dan Tenggelamnya Kapal Titanic
- Telkomsel: 2011, Internet Broadband Melonjak
- 10 Film Yang Wajib Ditonton Tahun 2011
- Yuk Kita Intip Museum Astronot Di Moscow
- 10 Tabrakan Terhebat Bumi dengan Benda Luar Angkasa
- Misi NASA Mengirim Astronot ke Planet Mars Untuk Hidup Selamanya Di Sana
- Inilah Hotel di Luar Angkasa
- FAKTA : 7 Hal Yang Sering Disalah Artikan Sebagai UFO
- Anda@facebook.com atau Anda@fb.com?
- Tentara AS Diminta Hati-hati Main Facebook
- 2010, Facebook Nyaris Menguasai Dunia
- Ini Video Pertama yang Diunggah YouTube
- 200 Juta Video YouTube Ditonton Lewat Ponsel
- 2010, Tahun Facebook Salip Google
- RI, Pengguna Facebook Terbesar Kedua Dunia
- Temperatur Bumi Pecahkan Rekor
- Bencana Paling Mematikan dalam Sejarah
- YouTube Jadi Rumah Produksi Video?
- Proyek Rahasia Inggris: Baju Perang 'Cair'
- Mammoth Akan Hidup Lagi?
- Besar UFO Inggris Itu 20 Kali Lapangan Bola
- Februari NASA Akan Bidik Komet Tempel 1
beneran gag ne , menioru teknologi islam,
Silahkan Tulis Komentar Anda ...